OSPEK MABA BK TRENGGALEK 2010

Written By hmp BK trenggalek on Senin, 31 Oktober 2011 | 23.54






MASA PUBER


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Perkembangan adalah suatu proses yang mengarah ke depan dan tidak akan kembali atau tidak begitu saja dapat diulang kembali. Maksudnya perkembangan individu tersebut mengalami perubahan yang sedikit banyak bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali pada kehidupan yang lalu, dan ia akan terus berkembang mengarah ke depan.
Manusia adalah makhluk yang unik. Di mana antara individu yang satu dengan yang lain memiliki perbedaan. Manusia bertindak sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Manusia tidak akan dapat hidup sendiri, sehingga selalu membutuhkan orang lain.
Manusia dalam kehidupan mengalami beberapa tahap perkembangan. Berawal dari masa bayi kemudian kanak-kanak lalu remaja dan dewasa. Semua itu akan selalu ada dan dialami oleh manusia dalam perkembangannya.
Masa puber merupakan bagian dari kehidupan manusia yang memiliki keunikan tersendiri. Ada beberapa pendapat yang menyatakan dan mendefinisikan tentang puber. Di dalam hal ini ada ketidaksamaan pendapat dari beberapa orang, sehingga kita juga berusaha mengetahui dan mempelajari pendapat-pendapat tersebut yang sesuai dengan kehidupan individu pada kehidupan yang nyata.
Mulai dari rentangan usia pada masa puber, ciri-ciri dari pubertas, ataupun hal-hal lain yang berkaitan dengan masa puber. Walau dalam pemaparannya terjadi perbedaan pendapat, tetapi perbedaan itu tidak mengakibatkan pertentangan antara individu dalam kehidupan. Dengan demikian kita sebaiknya mempelajari dan memahami segala hal yang berhubungan dengan individu pada masa puber ini.

1.2  Tujuan
Setelah mempelajari perkembangan pada masa puber ini kita sebagai calon konselor diharapkan :
a.       Mempunyai wawasan dan pengertian tentang individu pada masa puber.
b.      Memahami tahapan yang terjadi dan dialami oleh individu dalam kehidupan pada masa puber.
c.       Beberapa masalah yang sering timbul pada masa puber yang ditemukan oleh individu.
d.      Melakukan langkah-langkah yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan dalam menangani masalah-masalah yang timbul pada masa puber jika kita menjadi seorang konselor.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pubertas
Pubertas berasal dari bahasa latin “pubescere”, artinya mendapat rambut kemaluan, yakni masa awal terjadinya pematangan seksual, sehingga dapat disimpulkan bahwa pubertas (puberty) ialah suatu periode dimana kematangan kerangka dan seksual terjadi dengan pesat.
Masa puber merupakan suatu peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 10/12 tahun sampai dengan 16/18 tahun. Pada anak perempuan, biasanya akan mengalami pubertas yang lebih dahulu dibandingkan dengan anak laki-laki, yakni pada saat anak berusia 10 tahun sampai 16 tahun. Proses pubertas pada anak perempuan ini timbul karena keluarnya hormon estrogen yang diproduksi tubuh yang akan mengubah bentuk luar dari tubuh anak perempuan dan membuat organ-organ genitalnya berkembang.
Pubertas adalah periode dalam rentang perkembangan ketika anak - anak berubah dari makhluk aseksual menjadi makhluk seksual. Seperti diterangkan Root (dalam Hurlock, 1980) bahwa Masa puber adalah suatu tahap dalam perkembangan di mana terjadi kematangan alat-alat seksual dan tercapai kemampuan reproduksi. Tahap ini disertai dengan perubahan-perubahan dalam pertumbuhan somatic dan perspektif psikologis.
Kata pubertas berasal dari kata latin yang berarti “usia kedewasaan“. Kata ini lebih menunjukkan pada perubahan fisik daripada perubahan perilaku yang terjadi pada saat individu secara matang secara seksual dan mampu memberikan keturunan. Sehingga berdasar pengetahuan saat ini, harapan sosial berkembang dalam bentuk tugas perkembangan yang merupakan tugas perkembangan, merupakan pedoman bagi para orang tua untuk mengetahui harapan anak-anak yang memsuki periode metamorphosis ini. Selain itu anak-anak juga sadar bahwa mereka memasuki tahap baru dalam kehidupan, dan seperti halnya dalam semua penyesuaian diri dengan harapan sosial yang baru, sebagian besar menganggap masa puber sebagai periode yang sulit dalam kehidupan.

2.2 Tahap – tahap Pubertas
2.2.1 Masa Pra-pubertas (12 - 13 tahun)
Masa ini disebut juga masa pueral, yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja. Pada anak perempuan, masa ini lebih singkat dibandingkan dengan anak laki-laki. Pada masa ini, terjadi perubahan yang besar pada individu, yaitu meningkatnya hormon seksualitas dan mulai berkembangnya organ-organ seksual serta organ-organ reproduksi remaja.
Pada fase ini, terjadi perkembangan intelektual yang sangat pesat, sehingga seringkali individu-individu ini cenderung bersikap suka mengkritik (karena merasa tahu segalanya), yang sering diwujudkan dalam bentuk pembangkangan ataupun pembantahan terhadap orang tua, mulai menyukai orang dewasa yang dianggapnya baik, serta menjadikannya sebagai "hero" atau pujaannya. Perilaku ini akan diikuti dengan meniru segala yang dilakukan oleh pujaannya, seperti model rambut, gaya bicara, sampai dengan kebiasaan hidup pujaan tersebut. Ekspresi ini menunjukkan pula terjadinya proses erosi percaya diri, namun bisa pula terjadi perkembangan positif seperti meningkatnya rasa percaya diri.
Selain itu, pada masa ini individu juga cenderung lebih berani mengutarakan keinginan hatinya, lebih berani mengemukakan pendapatnya, bahkan akan mempertahankan pendapatnya sekuat mungkin. Hal ini yang sering ditanggapi oleh orang tua sebagai pembangkangan. individu tidak ingin diperlakukan sebagai anak kecil lagi. Mereka lebih senang bergaul dengan kelompok yang dianggapnya sesuai dengan kesenangannya. Mereka juga semakin berani menentang tradisi orang tua yang dianggapnya kuno dan tidak/kurang berguna, maupun peraturan-peraturan yang menurut mereka tidak beralasan, seperti tidak boleh mampir ke tempat lain selepas sekolah, dan sebagainya. Mereka akan semakin kehilangan minat untuk bergabung dalam kelompok sosial yang formal, dan cenderung bergabung dengan teman-teman pilihannya. Misalnya, mereka akan memilih main ke tempat teman karibnya daripada bersama keluarga berkunjung ke rumah saudara.
Tetapi, pada saat yang sama, mereka juga butuh pertolongan dan bantuan yang selalu siap sedia dari orang tuanya, jika mereka tidak mampu menjelmakan keinginannya. Pada saat ini adalah saat yang kritis. Jika orang tua tidak mampu memenuhi kebutuhan psikisnya untuk mengatasi konflik yang terjadi saat itu, remaja akan mencarinya dari orang lain. Orang tua harus ingat, bahwa masalah yang dihadapi individu ini, meskipun bagi orang tua itu merupakan masalah sepele, tetapi bagi mereka itu adalah masalah yang sangat-sangat berat.
2.2.2 Masa pubertas (14 - 16 tahun)
Masa ini disebut juga masa remaja awal, dimana perkembangan fisik mereka begitu menonjol. Remaja sangat cemas akan perkembangan fisiknya, sekaligus bangga bahwa hal itu menunjukkan bahwa ia memang bukan anak-anak lagi. Pada masa ini, emosi remaja menjadi sangat labil akibat dari perkembangan hormon-hormon seksualnya yang begitu pesat. Keinginan seksual juga mulai kuat muncul pada masa ini. Pada remaja wanita ditandai dengan datangnya menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja pris ditandai dengan datangnya mimpi basah yang pertama. Remaja akan merasa bingung dan malu akan hal ini, sehingga orang tua harus mendampinginya serta memberikan pengertian yang baik dan benar tentang seksualitas. Jika hal ini gagal ditangani dengan baik, perkembangan psikis mereka khususnya dalam hal pengenalan diri/gender dan seksualitasnya akan terganggu. Kasus-kasus gay dan lesbi banyak diawali dengan gagalnya perkembangan remaja pada tahap ini.
Di samping itu, remaja mulai mengerti tentang gengsi, penampilan, dan daya tarik seksual. Karena kebingungan mereka ditambah labilnya emosi akibat pengaruh perkembangan seksualitasnya, remaja sukar diselami perasaannya. Kadang mereka bersikap kasar, kadang lembut. Kadang suka melamun, di lain waktu dia begitu ceria. Perasaan sosial remaja di masa ini semakin kuat, dan mereka bergabung dengan kelompok yang disukainya dan membuat peraturan-peraturan dengan pikirannya sendiri.

2.2.3 Masa akhir pubertas (17 - 18 tahun)
Pada masa ini, remaja yang mampu melewati masa sebelumnya dengan baik, akan dapat menerima kodratnya, baik sebagai laki-laki maupun perempuan. Mereka juga bangga karena tubuh mereka dianggap menentukan harga diri mereka. Masa ini berlangsung sangat singkat. Pada remaja putri, masa ini berlangsung lebih singkat daripada remaja pria, sehingga proses kedewasaan remaja putri lebih cepat dicapai dibandingkan remaja pria. Umumnya kematangan fisik dan seksualitas mereka sudah tercapai sepenuhnya. Namun kematangan psikologis belum tercapai sepenuhnya.

2.3 Ciri – ciri Masa Puber
Pada masa puber ini merupakan periode yang unik dan khusus yang ditandai oleh perubahan-perubahan perkembangan tertentu yang tidak terjadi dalam tahap-tahap lain dalam rentang kehidupan ( Hurlock,1980 ). Ciri-ciri ini dapat kita temui, antara lain :
1.      Masa puber adalah periode tumpang tindih
Masa puber harus dianggap sebagai periode tumpang tindih karena mencakup tahun-tahun akhir masa anak-anak dan tahun-tahun awal masa remaja. Sampai anak matang secara seksual, dikenal sebagai anak puber. Setelah matang secara seksual anak dikenal sebagai remaja atau remaja muda.
2.      Masa puber adalah periode yang singkat
Dibandingkan dengan banyaknya perubahan yang terjadi di dalam mapun di luar tubuh, masa puber relative merupakan periode yang singkat, sekitar dua sampai empat tahun. Anak yang mengalami masa puber selama dua tahun atau kurang dianggap sebagai anak yang cepat matang, sedangkan yang memerlukan tiga sampai empat tahun dianggap sebagai anak yang lambat matang. Anak perempuan cenderung lebih cepat matang daripada anak laki-laki.
3.      Masa puber merupakan masa pertumbuhan dan perubahan yang pesat
Masa puber atau pubertas adalah salah satu dari dua periode dalam rentang kehidupan yang ditandai oleh pertumbuhan yang pesat dan perubahan yang mencolok dalam proporsi tubuh. Perubahan-perubahan pesat yang terjadi selama masa puber menimbulkan keraguan, perasaan tidak mampu dan tidak aman, dan dalam banyak kasus mengakibatkan perilaku kurang baik. Tumbuh pesat ini berlangsung satu atau dua tahun sebelum anak matang secara seksual dan berlangsung terus selama enam bulan sampai setahun kemudian.
4.      Masa puber merupakan fase negative
Istilah fase menunjukkan periode yang berlangsung singkat, negative berarti individu mengambil sikap anti terhadap kehidupan atau kelihatannya kehilangan sifat-sifat baik yang sebelumnya sudah berkembang. Sikap dan perilaku negative merupakan ciri dari bagian awal masa puber dan yang terburuk dari fase negatif akan berakhir bila individu menjadi matang secara seksual.




2.4 Perubahan-perubahan pada Masa Pubertas
2.4.1 Perubahan Seksual
Kematangan seksual merupakan suatu rangkaian dari perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja, yang ditandai dengan perubahan pada ciri-ciri seks primer dan ciri-ciri seks skunder. Meskipun perkembangan ini biasanya mengikuti suatu urutan tertentu, namun urutan dari kematangan seksual tidak sama pada setiap anak dan terdapat perbedaan individual dalam umur dari perubahan tesebut.
1.      Ciri-ciri seks primer
Ciri-ciri seks primer pada dasarnya langsung berhubungan dengan proses reproduksi. Ciri-ciri seks primer antara laki-laki dan perempuan itu berbeda. Bagi anak laki-laki, ciri-ciri seks primer yang sangat penting ditunjukkan dengan pertumbuhan yang cepat dari batang kemaluan (penis) dan kantung kemaluan (scrotum), yang mulai terjadi pada usia 12 tahun dan berlangsung sekitar 5 tahun untuk penis dan 7 tahun untuk scrotum (Selfert & Hoffnung, 1994).
Oleh karena itu kadang – kadang pada usia 12 tahun anak laki-laki kemungkinan mengalami penyemburan air mani pertama yang dikenal dengan mimpi basah.
Sementara itu, pada anak perempuan perubahan seksual, ciri-ciri primernya ditandai dengan munculnya periode menstruasi, yang disebut dengan menarche, yaitu menstruasi yang pertama dialami oleh seorang gadis. Terjadinya menstruasi pertama menunjukkan kematangan, sehingga memungkinan mereka untuk mengandung dan melahirkan.
Oleh sebab itu, menstruasi pertama pada anak perempuan didahului oleh sejumlah perubahan lain yang meliputi pembesaran payudara, kemunculan rambut di daerah kelamin dan pembesaran pinggul dan bahu.

2.      Ciri-ciri seks sekunder
Ciri-ciri seks sekunder adalah tanda-tanda jasmaniah yang tidak langsung berhubungan dengan proses reproduksi, tetapi merupakan tanda-tanda yang membedakan laki-laki dan perempuan. Tanda-tanda jasmaniah ini muncul sebagai konsekuensi dari berfungsinya hormon. Di antaranya tanda-tanda jasmaniah laki-laki adalah tumbuhnya jakun, bahu, dan dada melebar, suara berat, tumbuh bulu di ketiak, di dada, di kaki, di lengan, dan di sekitar kemaluan serta otot-otot menjadi kuat.
Sedangkan pada perempuan terlihat pada payudara dan pinggul yang membesar, suara menjadi halus, tumbuh bulu di ketiak dan di sekitar kemaluan.

2.4.2 Perubahan Fisik
Pada masa pubertas ini terjadi perubahan-perubahan fisik secara dramatis atau apa yang disebut dengan “growth spurt” (percepatan pertumbuhan), di mana terjadi perubahan dan percepatan pertumbuhan di seluruh bagian dan dimensi fisik (Sigler & Stevenson, 1993), baik bertambah berat dan tinggi badan, perubahan dalam proporsi dan bentuk tubuh, maupun pencapaian kematangan seksual (Papalia, Old & Feldom, 2008).
Secara umum, perubahan-perubahan fisik dalam masa pubertas disebabkan oleh matangnya kelenjar pituitari (pituitari gland), yakni kelenjar endoktrin yang berhubungan dengan otak. Percepatan pertumbuhan yang terjadi selama masa puber ini hanya berlangsung sekitar 2 tahun, dan setelah masa tersebut berakhir anak itu mencapai kematangan seksual. Pada dasarnya perempuan mengalami percepatan pertumbuhan fisik lebih awal 2 tahun dibanding dengan laki-laki.
Ciri-ciri pertumbuhan fisik perempuan pada masa puber antara lain ; badan anak perempuan mempunyai bentuk yang khas wanita, seperti berpinggul besar, berpayudara. Sedangkan pada anak laki-laki memiliki ciri-ciri bertambah lebarnya bahu.
Seiring dengan pertambahan tinggi dan berat badan, percepatan pertumbuhan selama masa pubertas juga terjadi pada proporsi tubuh. Bagian-bagian tubuh tertentu yang sebelumnya terlalu kecil, pada masa pubertas ini menjadi besar. Hal ini terlihat jelas pada pertumbuhan tangan dan kaki, yang sering terjadi tidak proporsional. Perubahan proporsi tubuh yang tidak seimbang ini menyebabkan anak merasa kaku dan canggung, serta khawatir bahwa badannya tidak akan pernah serasi dengan tangan dan kakinya.
Perubahan-perubahan dalam proporsi tubuh selama masa pubertas, juga terlihat pada perubahan ciri-ciri wajah, di mana wajah anak-anak mulai menghilang. Seperti dahi yang semula sempit sekarang menjadi lebih luas, mulut lebar dan bibir menjadi lebih penuh. Di samping itu, dalam perubahan struktur kerangka, terjadi percepatan pertumbuhan otot, sehingga mengakibatkan terjadinya pengurangan jumlah lemak dalam tubuh. Perkembangan otot laki-laki itu lebih cepat dari pada perempuan, sehingga anak laki-laki lebih kuat dari pada anak perempuan.

2.4.3 Perkembangan Motorik
Pada masa pubertas perkembangan motorik anak lebih sempurna dan terkoordinasi dengan baik, seiring dengan bertambahnya berat dan kekuatan badan anak. Anak terlihat sudah mampu mengontrol dan mengkoordinasi gerakan anggota tubuhnya seperti tangan dan kaki dengan baik. Mampu menjaga keseimbangan badannya.
Untuk memperhalus ketrampilan-ketrampilan motorik anak harus terus melakukan berbagai aktifitas fisik, misalnya olahraga. Bersaing dan meningkatkan harga diri.

2.5 Akibat-akibat Perubahan Fisik Masa Puber
Perubahan fisik pada masa puber mempengaruhi semua bagian tubuh, baik eksternal maupun internal. Meskipun akibatnya biasanya terjadi sementara, namun cukup menimbulkan perubahan dalam pola perilaku, sikap dan kepribadian. Namun demikian ada bukti yang menunjukkan bahwa perubahan dalam sikap dan perilaku yang terjadi pada saat ini lebih merupakan akibat dari perubahan sosial daripada akibat perubahan kelenjar yang berpengaruh pada keseimbangan tubuh ( Hrlock, 1980 ). Semakin sedikit simpati dan pengertian yang diterima anak puber dari orang tua, kakak adik, guru-guru dan teman-teman dan semakin besar harapan sosial pada periode ini, semakin besar akibat psikologis dari perubahan-perubahan fisik. Perubahan masa puber terhadap sikap dan perilaku yang paling umum, paling serius dan paling kuat seperti dipaparkan di bawah ini.
1.      Ingin menyendiri
Kalau perubahan masa puber mulai terjadi anak-anak biasanya menarik diri dari teman-temannya dan dari berbagai kegiatan keluarga dan sering bertengkar dengan teman-teman dan anggota keluarga. Gejala menarik diri ini mencakup ketidakinginan berkomunikasi dengan orang-orang lain.
2.      Bosan
Anak puber bosan dengan permainan yang sebelumnya amat digemari, tugas-tugas sekolah, kegiatan social dan kehidupan pada umumnya. Akibatnya, anak sedikit sekali bekerja sehingga prestasi diberbagai bidang cenderung menurun.
3.      Inkoordinasi
Pertumbuhan pesat dan tidak seimbang mempengaruhi pola koordinasi gerakan dan anak akan merasa kikuk dan janggal selama beberapa waktu. Setelah pertumbuhan melambat, koordinasi akan membaik secara bertahap.
4.      Antagonisme sosial
Anak puber seringkali tidak mau bekerjasama, sering membantah dan menentang. Permusuhan terbuka antara dua jenis kelamin berlainan diungkapakan dalam kritik dan komentar-komentar yang merendahkan. Dengan berlanjutnya masa puber, anak kemudian menjadi ramah, lebih dapat bekerja sama dan lebih sabar kepada orang lain.
5.      Emosi yang meninggi
Kemurungan, merajuk, ledakan amarah dan kecenderungan untuk menangis karena hasutan yang sangat kecil merupakan ciri-ciri bagian awal masa puber. Pada masa ini anak merasa khawatir, gelisah dan cepat marah. Sedih, mudah marah dan suasana hati yang negatif sangat sering terjadi selama masa prahaid dan awal periode haid. Dengan semakin matangnya keadaan fisik, ketegangan mulai berkurang dan anak sudah mulai mampu mengendalikan emosinya.
6.      Hilangnya kepercayaan diri
Anak-anak yang tadinya sangat yakin pada diri sendiri, sekarang menjadi kurang percaya diri dan takut akan kegagalan karena daya tahan fisik menurun dank arena kritik yang bertubi-tubi dari orang tua dan teman-temannya. Banyak anak laki-laki dan perempuan setelah masa puber mempunyai perasaan rendah diri.
7.      Terlalu sederhana
Perubahan tubuh yang terjadi selama masa puber menyebabkan anak menjadi sangat sederhana dalam segala penampilannya karena takut orang lain akan memperhatikan perubahan yang dialaminya dan memberi komentar yang buruk.

Hurlock (1980) mengungkapkan bahwa pada umunya pengaruh masa puber lebih banyak pada anak perempuan daripada laki-laki, sebagian disebabkan karena anak perempuan biasanya lebih cepat matang daripada anak laki-laki dan sebagian Karena banyak hambatan-hambatan sosial mulai ditekankan pada perilaku anak perempuan justru pada saat anak perempuan mencoba untuk membebaskan diri dari berbagai pembatasan. Karena mencapai masa puber lebih dulu, anak perempuan lebih cepat menunjukkan tanda-tanda perilaku yang mengganggu daripada anak laki-laki. Tetapi perilaku anak perempuan lebih cepat stabil daripada anak laki-laki dan anak perempuan mulai berperilaku seperti sebelum masa puber.


BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Perkembangan individu itu sangat unik. Hal ini terbukti dengan adanya ciri-ciri yang dialami oleh individu pada tahapannya. Perbedaan sikap dan tingkah laku yang terjadi dan dialami oleh individu pada masa puber ini. Tugas perkembangan yang berbeda pula serta permasalahan yang ditimbulkan juga berlainan.
Pubertas berasal dari bahasa latin “pubescere”, artinya mendapat rambut kemaluan, yakni masa awal terjadinya pematangan seksual, sehingga dapat disimpulkan bahwa pubertas (puberty) ialah suatu periode dimana kematangan kerangka dan seksual terjadi dengan pesat.
Masa puber merupakan suatu peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 10/12 tahun sampai dengan 16/18 tahun. Pada anak perempuan, biasanya akan mengalami pubertas yang lebih dahulu dibandingkan dengan anak laki-laki, yakni pada saat anak berusia 10 tahun sampai 16 tahun.
Ciri-ciri pubertas antara lain ; masa puber adalah periode tumpang tindih, periode yang singkat, masa pertumbuhan dan perubahan yang pesat, dan merupakan tahapan yang negatif pula. Disertai dengan perubahan seksualitas, perubahan dan pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, dan sebagainya.
Pada masa puber ini, individu menimbulkan sikap dan tingkah laku, yaitu ; adanya keinginan untuk menyendiri, bosan, inkoordinasi, antagonisme sosial, emosi meninggi, hilangnya kepercayaan diri, serta terlalu sederhana.

3.2  Saran dan Kritik
Di dalam melakukan pelayanan bimbingan dan konseling seorang konselor perlu memperhatikan :
  1. Perkembangan invidu yang terjadi, terutama pada masa puber.
  2. Penanganan masalah yang dilakukan oleh konselor kepada konseli disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi.
  3. Permasalahan yang sering muncul merupakan permasalahan yang nyata dan terbukti di dalam kehidupan, sehingga pelayanan yang diberikan harus benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dan tepat dengan sasaran.
Semoga makalah yang kami susun ini dan bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya. Saran dan kritik kami tunggu.


DAFTAR PUSTAKA

Mappiare, Drs. Andi. Psikologi Remaja. 1982. USAHA NASIONAL:Surabaya.
Taniputera, Ivan. Psikologi Kepribadian. 2005. AR-RUZZ:Jogjakarta.
Dra. Desmita. M.Si, Psikologi Perkembangan Peserta Didik. 2009. PT. REMAJA ROSDAKARYA:Bandung
Afifah, Dian Ratnaningtyas, M.Psi dan Hery Bagus Anggoro, S.Pd. Diktat Kuliah Perkembangan Individu I.
http://www.iblogronnp.com/2009/07/how-can-i-cope-with-stress-at-school.html

PERKULIAHAN MHS SEMESTER 5






bersama drs ibnu

dosen madiun






Tips Mengenali dan Membaca Karakter Pria (Khusus Wanita)

Written By hmp BK trenggalek on Minggu, 30 Oktober 2011 | 20.18

  1. Pria sesungguhnya tidak melihat wanita itu cantik atau tidak, tapi mereka lebih cenderung melihat wanita yang rapi dan anggun.
  2. Pria tidak suka dengan wanita yang genit.
  3. Ketika pria bilang kalau dia tidak mengerti anda, secara gamblang itu berarti anda tidak berpikir seperti yang dia pikir.
  4. Pria mungkin saja tidak peduli sepanjang hari, tapi sebelum mereka tidur mereka selalu memikirkan wanita yang benar- benar mereka sayang.
  5. Ketika seorang pria benar - benar menyayangi anda, dia akan melupakan semua karakter jelek anda.
  6. Pria tergila-gila pada yang namanya senyuman wanita.
  7. Pria akan melakukan apapun juga hanya untuk mendapatkan perhatian wanita ( yang disuka).
  8. Jika anda menyentuh hati pria, maka pria itu akan berkorban apa saja buat anda.
  9. Jika seorang wanita bilang “tidak”, pria akan mendengarnya sebagai “coba lagi besok”….it’s so true!
  10. Anda harus mengungkapkan apa yang benar - benar anda mau sebelum pria melakukan apa yang anda mau.
  11. Pria mencintai ibunya.
  12. Pria akan mengorbankan uang makan siang mereka hanya untuk memberikan anda beberapa bunga mawar.
  13. Pria sering memikirkan wanita yang menyukai mereka tapi ini bukan berarti pria menyukai wanita itu.
  14. Anda tidak akan mengerti pria kecuali anda mendengarkan mereka.
  15. Jika seorang pria berkata dia mencintai anda tuk seumur hidupnya, maka itulah kenyataannya.
  16. Berhati-hatilah, pria bisa membuat gossip menyebar sampai separuh bumi lebih cepat daripada wanita.
  17. Layaknya Hawa, wanita adalah kelemahan pria.
  18. Pria sebenarnya sangat terbuka (ingin terbuka) tentang diri mereka.
  19. Adalah bagus untuk anda mengetest pria dulu sebelum anda mempercayainya, tapi jgn membuatnya menunggu terlalu lama karena dia akan pergi dari anda.
  20. Pria sebenernya benci baju mereka jadi kotor walau itu oleh sebintik noda.
  21. Pria benar- benar mengagumi wanita yang mereka suka meski wanita itu tidak terlalu cantik.
  22. Jika seorang pria curhat ke anda, dia hanya butuh seseorang tuk mendengar dia curhat, anda tidak harus memberi dia saran….
  23. Sebuah sikap yang menunjukkan pria benar- benar menyukai anda adalah ketika dia membelai anda.
  24. Pria benar- benar menjaga semua rahasia - rahasia yang diceritakan oleh wanita yang disayang.
  25. Pria terlalu banyak berpikir.
  26. Fantasi pria benar- benar tak terbatas.
  27. Tinggi wanita bukan masalah bagi pria, tapi berat wanita benar- benar jadi masalah bagi pria.
  28. Pria cenderung serius ttg hubungannya dengan wanitanya dan menjadi terlalu posesif.
  29. Anda bisa benar- benar berkata bahwa seorang pria bermaksud baik bila anda melihat dia berdoa (untuk anda….?).
  30. Jika pria bilang anda cantik/cakep atau keren, itu berarti dia menyukai anda.
  31. Pria benci pada wanita yang overreact.
  32. Pria lebih mencintai anda daripada anda mencintainya jika mereka sudah serius dengan hubungan itu.
  33.  
  34.  
  35.  
  36. copy from: http://zona-orang-gila.blogspot.com/2010/04/tips-mengenali-dan-membaca-karakter.html
  37.  

MEMBACA KARAKTER ORANG LEWAT TULISAN TANGAN

MEMBACA KARAKTER ORANG LEWAT TULISAN TANGAN

Saat kita menulis sebenarnya tangan kita hanya sebagai alat untuk memegang pena. Gaya tulisan kita itu berasal dari pikiran bawah sadar kita. maka bisa dikatakan bahwa tulisan bisa mengungkapkan berbagai perasaan emosi si penulisnya. Tentu saja untuk mengetahuinya tidak sembarangan ada ilmu membaca rahasia dibalik tulisan tangan atau yang disebut dengan graphology. Ambil pulpenmu dan tuliskan sesuatu yang mana yah kira-kira karaktermu? Berikut penjelasan secara garis besarnya.

  • Tekanan
Dari kuat atau ringannya tekanan tulisan seseorang kita dapat mengetahui karakter orang tersebut. Bisa kamu perhatikan dengan memperhatikan bekas goresan dibalik kertas.
Tekanan yang kuat: Orang yang tulisannya tebal hingga menimbulkan bekas coretan dibalik kertas biasanya mereka memiliki emosional yang tinggi. Terlalu mendalami perasaan mereka baik itu bahagia atau sakit hati. Mereka menyerap segala suatu seperti spon. Biasanya mereka juga memiliki selera yang tinggi. Tegas dan memiliki keinginan yang kuat bahkan cenderung memaksakan orang lain untuk menuruti kemauan meraka. Makanya tak jarang orang yang memiliki tekanan tulisan seperti ini biasanya kaku susah menyesuaikan diri dalam pergaulan.
Tekanan yang ringan: Tulisan yang memiliki tekanan halus mencerminkan kepribadian yang tenang dan santai. Mereka lebih bertoleransi pengertian sulit mengambil keputusan dan biasanya mudah terpengaruh
  • Ukuran
Tulisan besar, Orang yang menulis dengan ukuran tulisan yang besar biasanya cenderung suka diperhatikan selalu ingin tampil didepan dan ingin didengarkan.
Tulisan kecil, Orang yang menulis dengan ukuran kecil biasanya lebih memperhatikan detail introspektif cenderung lebih pendiam dan mandiri
  • Kemiringan
Miring ke kanan, Orang dengan tulisan seperti ini biasanya memiliki karakter yang impulsif emosional aktif suka bergaul ramah menyukai tantangan lebih terbuka (ekstrovert) dan ekspresif.
Miring ke kiri,  Jenis tulisan seperti ini biasanya penulisnya bersikap menutup diri (introvert). Lebih protektif selalu berpikir logis dan mencerminkan sifat seseoarang yang lebih menarik diri.
Tegak Lurus, Orang yang memiliki tulisan tegak lurus mencerminkan seseorang yang bisa mengontrol diri dan bisa menahan perasaanya. Tidak suka diatur dan mempertimbangkan sesuatu lebih ke pikiran dari pada perasaan.

copy from: http://waskitamandiribk.wordpress.com/2010/01/12/membaca-karakter-orang-lewat-tulisan-tangan/

SEMINAR NASIONAL HIMABIKO TRENGGALEK 2010











KUMPULAN ARTICEL BP SEMESTER 6

LAYANAN KONSELING DISELENGGARAKAN SECARA RESMI

BAB I
PENDAHULUAN


1.1.       LATAR BELAKANG
Di dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah harus selalu berjalan dengan baik, hal ini harus selalu diusahakan oleh seluruh warga sekolah, terutama guru dan siswa. Untuk mewujudkan cita-cita siswa yang ada, harus diadakan proses pembelajaran yang dapat diterima dan dipahami oleh siswa. Pembelajaran ini dapat tercipta dengan baik jika guru selalu siap dengan materi pembelajaran yang akan diberikan dan juga tidak terlepas dari minat dan keinginan siswa itu sendiri. Selain itu siswa juga harus selalu merasa bahwa kondisinya aman, nyaman, dan menyenangkan pada setiap proses belajar berlangsung.
Ketika kita amati, siswa yang rajin belajar adalah siswa yang tidak bermasalah, sehingga jika siswa tersebut mendapatkan suatu masalah maka dapat dipastikan akan mengurangi minat dan kemauan dalam belajar. Hal ini merupakan salah satu tugas dari guru pembimbing/ konselor sekolah dalam melaksanakan profesinya. Tugas itu adalah membantu siswa dalam memahami masalah yang diderita dengan memberikan pelayanan yang terbaik pada setiap proses bimbingan dan konseling berlangsung.
Salah satu pelayanan yang diberikan kepada siswa adalah kegiatan konseling. Kegiatan konseling merupakan suatu proses untuk membantu individu mengatasi hambatan-hambatan perkembangan dirinya, dan untuk mencapai perkembangan yang optimal tentang kemampuan pribadi yang dimilikinya. Proses tersebut dapat terjadi setiap waktu. Salah satu layanan konseling adalah layanan konseling perorangan. Layanan ini merupakan layanan bimbingan dan konseling yang ditujukan untuk individu agar memperoleh layanan secara langsung dengan cara tatap muka antara konselor dan individu dalam rangka memberikan bantuan atas permasalahan yang dihadapi individu.


1.2.       TUJUAN
Pembelajaran tentang layanan konseling perorangan harus dilakukan secara resmi ini memiliki beberapa tujuan, yang antara lain :
1.        Mampu mengkaji teori layanan konseling perorangan harus dilakukan secara resmi.
2.        Dapat mengetahui ciri-ciri layanan konseling perorangan harus dilakukan secara resmi.
3.    Mampu memahami akibat yang diwujudkan jika keresmian layanan konseling perorangan tidak dilaksanakan oleh konselor.
4.   Mampu menerapkan layanan konseling perorangan harus dilakukan secara resmi dalam dunia Bimbingan dan Konseling di sekolah.




BAB II
PEMBAHASAN


2.1.       CIRI-CIRI KERESMIAN PELAKSANAAN LAYANAN KONSELING PERORANGAN
2.1.1.      Layanan Konseling Diselenggarakan Secara “Resmi”
Layanan konseling perorangan adalah layanan bimbingan dan konseling yang merupakan individu memperoleh layanan secara langsung dengan cara tatap muka antara konselor dan individu dalam rangka memmberikan bantuan atas permasalahan yang dihadapi individu. Kemudian alasan layanan konseling bersifat ‘resmi” karena layanan itu merupakan suatu kegiatan yang disengaja, mempunyai tujuan untuk kepentingan dan kebahagiaan individu. Kegiatan konseling dilakukan atas format yang sudah disepakati, menggunakan metode dan teknologi yang telah teruji dan hasil pelayanan dinilai dan diberi tindak lanjut.
Selanjutnya dalam pengentasan masalah melalui konseling, terdapat beberapa langkah yaitu:
- Memahami permasalahan
- Analisis sebab timbulnya masalah
- Aplikasi metode khusus
- Evaluasi
- Tindak lanjut
Konseling merupakan layanan yang teratur, terarah, dan terkontrol, serta tidak diselenggarakan secara acak ataupun seadanya. Sasaran (subjek penerima layanan), tujuan, kondisi dan metodologi penyelenggaraan layanan telah digariskan dengan jelas. Sebagai rambu-rambu pokok dalam pelaksanaan layanan konseling, Munro dkk. (1979) mengemukakan tiga dasar etika konseling, yaitu:
(a) kerahasiaan,
(b) keterbukaan, dan
(c) tanggung jawab pribadi klien.
Di atas landasan sebagaimana telah diutarakan itu, sifat “resmi” layanan konseling ditandai dengan adanya ciri-ciri yang melekat pada pelaksanaan layanan itu, yaitu bahwa :
a.    Layanan itu merupakan usaha yang disengaja.
b.    Tujuan layanan tidak boleh lain dari pada untuk kepentingan dan kebahagiaan klien.
c.    Kegiatan layanan diselenggarakan dalam format yangtelah ditetapkan.
d.   Metode dan teknologi dalam layanan berdasar teori yangtelah teruji.
e.    Hasil layanan dinilai dan diberi tindak lanjut.
Sebagaimana telah dikemukakan di depan, tujuan konseling umum bimbingan dan konseling adalah pemeliharaan dan pengembangan diri klien seutuhnya. Kepentingan dan kebahagiaan klien yang menjadi arah layanan konseling secara langsung mengacu kepada pemeliharaan dan pengembangan klien itu. Apa pun yang muncul dalam layanan bimbingan dan konseling harus diarahkan pada tujuan tersebut; dan apa pun yang menjadi persepsi, sikap dan tindakan konselor harus berorientasi pada tujuan positif bagi klien itu. Lebih jauh, sebuah kondisi yang terbangun selama hubungan konseling berlangsung dan berbagai kemungkinan implikasinya, baik ditinjau dari sisi klien, konselor, maupun kondisi hubungan itu sendiri, tidak lain adalah untuk kepentingan dan kebahagiaan klien.
Format apa pun yang terbentuk, standar atau hasil modifikasi efek yang diharapkan dari terbentuknya format itu adalah :
a.    Konselor sepenuhnya menghadapi (dan mencurahkan perhatian kepada) klien; dan sebaliknya klien dapat sepenuhnya memperhatikan konselor dalam hal ini baik klien maupun konselor menyediakan diri dalam kondisi transparan (tidak ada yang ditutup-tutupi).
b.    Klien benar-benar melihat dan merasakan bahwa konselor dalam “sikap sempurna” selalu memperhatikan (dalam arti positif) diri klien dan permasalahannya.
c.    Suara, mimik dan gerak-gerik klien dan konselor jelas ditangkap oleh pihak lainnya.
d.   Klien dan konselor mudah bergerak.
e.    Klien dan konselor merasa dekat satu sama lain, sambil tetap menjaga jarak. Format hubungan konseling yang diterapkan oleh seorang konselor boleh jadi tidak sama untuk semua kliennya. Format standar dan berbagai modifikasinya dipakai secara bervariasi sesuai dengan kondisi klien, kondisisosial budaya, kondisi ruang dan peralatan yang ada, dan kondisi konselor sendiri.

2.1.2.      Pengentasan Masalah Melalui Konseling 
Melalui konseling klien mengharapkan agar masalah yang dideritanya dapat dientaskan. Langkah-langkah umum upaya pengentasan masalah melalui konseling pada dasarnya adalah :
a. Pemahaman masalah; 
b. Analisis sebab-sebab timbulnya masalah;
c. Aplikasi metode khusus;
d. Evaluasi;
e. Tindak lanjut.
  Kegiatan pengenalan dan pemahaman masalah secara umum telah dibahas pada bagian terdahulu. Dalam konseling klien dan konselor harus benar- benar memahami masalah yang dihadapi klien, sedapat-dapatnya secara lengkap dan rinci. Pemahaman masalah oleh klien harus benar-benar persis sama dengan pemahaman konselornya dan objektif sebagaimana adanya masalah itu. Hal itu perlu justru untuk menjamin ketetapan, efektivitas, dan efisiensi proses konseling. Upaya pemahaman masalah itu biasanya dilakukan pada awal proses konselor di luar proses konseling (misalnya melalui laporan pihak ketiga, keterangan dari klien sendiri dalam proses konseling). Konselor tidak seyogyanya meyakini kebenaran suatu pendapat konselor sendiri, apalagi pendapat atau keterangan dari pihak ketiga, tentang klien dan permasalahannya, sebelum dicetak terlebih dahulu kepada klien yang bersangkutan.
Hubungan konseling adalah hubungan pribadi yang terbuka dan dinamisantara klien dan konselor. Hubungan ini ditandai oleh adanya kehangatan, kebebasan dan suasana yang memperkenalkan klien menampilkan diri sebagaimana adanya. Dalam proses konseling tidak ada kata-kata seperti “Andasalah”, “harus begini atau begitu”, “tidak boleh begini atau begitu”, “kok sampai begitu”, atau kata-kata yang mencemooh, merendahkan atau menyesalkan, menilai negatif atau menyalahkan, atau kata-kata yang mencela dan bermakna negatif lainnya. Sebaliknya, juga tidak ada kata-kata seperti “semua terserah Anda”, yang akan menanggung risiko kan Anda sendiri”, “saya tidak maumencampuri urusan Anda” atau kata-kata yang sebenarnya palsu, seperti “Anda sebenarnya memang hebat”, “Anda dapat menyelesaikan semua urusan sendiri”,“anda sebenarnya tidak memerlukan bantuan”, “Anda tidak berdosa”, “Anda tidak perlu menyesali diri sendiri” dan sebagainya. Contoh-contoh tersebut sengaja dikemukakan untuk menekankan betapa pentingnya isi dan suasana wawancara konseling itu. Setiap kata yang dilancarkan dan diluncurkan oleh konselor hendaknya benar-benar tepat dan benar-benar mengenai permasalahannya, dapat menggugah hati serta pikiran klien, tanpa menimbulkan reaksi-reaksi negatif pada diri klien (seperti ragu-ragu, cemas, perasaantersinggung, bangga yang berlebihan atau sombong, sikap mempertahankan diri, masa bodoh, dan lain sebagainya).
Wawancara konseling bukanlah pembicaraan biasa, melainkan dialog terapiutik untuk membantu klien. Terpahaminya masalah klien dengan baik serta tergugahnya hati dan pikiran klien belum tentu serta merta membuahkan hasil terpecahkannya masalah. Dalam hal ini proses konseling masih perlu dilanjutkan dengan penerapan metode khusus sesuai dengan rincian masalah dan sumber-sumber  penyebabnya. Metode-metode khusus bervariasi dari pengembangan penalaran dan kata hati, peneguhan hasrat untuk mencapai tujuan tertentu (dalam rangka pemecahan masalah), latihan merencana suatu kegiatan, pemberian contoh, latihan bersikap dan bertindak, desensitisasi, sampai dengan penerapan program- program komputer dalam konseling (Brammer & Shostrom, 1982).
Penerapan metode khusus ini menjadikan proses konseling tidak semata-mata berdimensiverbal melainkan berkembang menjadi proses multi-dimensional sebagaimana pernah disinggung pada bab terdahulu. Upaya evaluasi dalam proses diakhiri dengan “evaluasi akhir proses”. Konselor dapat meminta klien menyampaikan kesan-kesan dan perasaannyat erhadap proses konseling yang baru saja dijalaninya, hal-hal apa yang sudah dan belum ia peroleh, dan harapan-harapannya, khususnya dengan masalah yang dihadapinya. Hasil evaluasi akhir ini dapat pula dikaitkan dengan rencana lebih lanjut klien, termasuk di dalamnya kemungkinan penerapan hasil-hasil konseling (seperti beberapa alternatif tindakan untuk mencapai tujuan, latihan-latihan bertingkah laku) dalam kehidupan sehari-hari, dan konseling lebih lanjut.
Evaluasi pasca proses konseling biasanya lebih sukar dilakukan, lebih-lebih dengan klien-klien yang berada di luar lembaga tempat konselor bekerja. Konselor sukar menjangkau mereka sehingga evaluasi sistematik sukar dilakukan. Evaluasi insidentil dapat berlangsung apabila konselor bertemu mereka dan menanyakan dampak konseling yang pernah terlaksana, atau melalui pihak ketiga yang mengenal klien. Evaluasi seperti ini derajat kesahihan dan keterandalannya tidak cukup tinggi atau bahkan diragukan.
Untuk klien-klien yang berada dalam lembaga tempat konselor bekerja evaluasi pasca proses lebih mungkin dilaksanakan; apalagi kalau untuk mereka disediakan program pelayanan yang terjadwal sehingga antara klien dan konselor dapat diatur  pertemuan berkala. Evaluasi melalui instrumen tertulis (misalnya angket) jugadapat dilakukan. Hasil evaluasi itu dipakai sebagai masukan dan bahan pertimbangan baik bagi rencana tindak lanjut yang akan dilaksanakan dalam pertemuan terjadwal dengan masing-masing klien, maupun bagi penyusutan program-program pelayanan periode-periode berikutnya.

2.1.3.      Tahap-tahap Keefektifan Pengentasan Masalah Melalui  Konseling 
Sangat diinginkan oleh semua pihak bahwa proses tahap konseling dapatmemberikan hasil yang sebesar-besarnya untuk menunjang perkembangan dan kehidupan klien pada umumnya, dan khususnya untuk mengentaskan masalah klien. Keefektifan pengentasan masalah melalui konseling sebenarnya dapat dideteksi sejak awal klien mengalami masalah. Dari keadaan yang paling awal itu sampai konseling yang paling efektif akhir nantinya pada waktu masalah klien terentaskan, dapat diidentifikasi lima tahap.
Dengan memperhatikan tahap-tahap tersebut akan terlihat apakah klien sejak awalnya sampai dengan akhirnya memang menjalani tahap-tahap yang mengarahkan dirinya untuk mencapai keadaan terentaskan masalahnya. Atau sebaliknya, ia berhenti pada suatu tahap dan tidak melanjutkannya ke tahap berikutnya, sehingga keefektifan pengentasan masalah tidak meningkatkan kepada taraf keefektifan yang lebih tinggi. Namun keefektifan konseling tidak dapat begitu saja. Klien dituntut untuk aktif dalam proses konseling. Keaktifan klien inilah yang justru menentukan tahap keempat keefektifan konseling, dan partisipasi aktif klien itulah yang merupakan keefektifan konseling. Partisipasi aktif klien itu diharapkan dapat terselenggara dari awal proses konseling sampai konseling itu dinyatakan berakhir.
Setelah berakhirnya proses konseling, pertanyaan yang masih tersisa ialah, apakah konseling itu telah memberikan hasil yang benar- benar efektif ? Pertanyaan itu mengacu pada tahap keefektifan konseling yang kelima. Konseling yang telah terselenggara itu benar-benar efektif apabila klien benar-benar menjalankan (menerapkan) hasil-hasil yang telah dicapai melalui konseling dalam kehidupan sehari-hari klien. Dengan kata lain, hasil konseling itu benar-benar mengubah tingkah laku klien, dan dengan demikian masalah klien secara berangsur-angsur teratasi. Kelima tahap keefektifan konseling itu dapat digambarkan melalui diagram sebagai berikut (Diagram 2).


















Catatan :
Sering kali individu datang kepada konselor tanpa memahami masalah yang sebenarnya ada pada dirinya. Pemahaman masalah baru terjadi dalam proses konseling.

2.1.4.      Pendekatan dan Teori Konseling 
Adanya sejumlah teori konseling. Apabila dititik lebih lanjut teori-teori tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga pendekatan, yaitu pendekatan konseling direktif, konseling non-direktif dan konseling elektrik. Pendekatan-pendekatan ituterutama pendekatan direktif dan non-direktif, masing-masing memiliki pandangan yang berbeda, bahkan di sana-sini bertolak belakang, terutama tentang hakikat tingkah laku individu dan timbulnya masalah.
Perbedaan-perbedaan tersebut mengakibatkan timbulnya perbedaan-perbedaan dalam teknik-teknik konseling yang secara langsung diterapkan terhadap klien.
a.       Konseling Direktif
Konseling direktif berlangsung menurut langkah-langkah umum sebagai berikut :
1)      Analisis data tentang klien,
2)      Pensintesisan data untuk mengenali kekuatan-kekuatan dankelemahan-kelemahan klien,
3)      Diagnosis masalah,
4)      Prognosis atau prediksi tentang perkembangan masalahselanjutnya,
5)      Pemecahan masalah,
6)      Tindak lanjut dan peninjauan hasil-hasil konseling.
Upaya pemecahan masalah didasarkan pada hasil diagnosis yang pada umumnya berbentuk kegiatan yang langsung ditujukan pada pengubahantingkah laku klien.
b.      Konseling Non-Direktif 
Konseling non-direktif sering juga disebut “Client Centered Therapy”. Pendekatan ini diperoleh oleh Carl Rogers dari Universitas Wisconsin di Amerika Serikat. Konseling non-direktif merupakan upaya bantuan pemecahan masalah yang berpusat pada klien. Melalui pendekatan ini, klien diberi kesempatan mengemukakan persoalan, perasaan dan pikiran-pikirannya secara bebas.
Pendekatan ini berasumsi dasar bahwa seseorang yang mempunyai masalah pada dasarnya tetap memiliki potensi dan mampu mengatasi masalahnya sendiri. Tetapi oleh karena sesuatu hambatan, potensi dan kemampuannya itu tidak dapat berkembang atau berfungsi sebagaimana mestinya. Untuk mengembangkan dan memfungsikan kembali kemampuannya itu klien memerlukan bantuan.
Bertitik tolak dari anggapan dan pandangan tersebut, maka dalam konseling, inisiatif dan peranan utama pemecahan masalah diletakkan di pundak klien sendiri. Sedangkan kewajiban dan peranan utama konselor adalah menyiapkan suasana agar potensi dan kemampuan yang ada pada dasarnya ada pada diri klien itu berkembang secara optimal, dengan jalan menciptakan hubungan konseling yang hangat dan permisif. Suasana seperti itu akan memungkinkan klien mampu memecahkan sendiri masalahnya.
Dalam suasana seperti itu konselor merupakan “agen pembangun” yang mendorong terjadinya perubahan pada diri klien tanpa konselor sendiri banyak masuk dan terlibat langsung dalam proses perubahan tersebut. Menurut Rogers, adalah menjadi tanggung jawab klien untuk membantu dirinya sendiri. Salah satu prinsip yang penting dalamkonseling non-direktif adalah mengupayakan agar klien mencapai kematangannya, produktif, merdeka dan dapat menyesuaikan diri dengan baik.
c.       Konseling Elektrik
Pendekatan dan teori-teori konseling itu telah ditempa dan dikembangkan oleh pencetus dan ahlinya, dan telah dipelajari oleh berbagai kalangan dalam bidang bimbingan dan konseling. Disadari bahwa setiap pendekatan atau teori itu mengandung kekuatan dan kelemahan, namun semuanya telah menyumbang secara positif pada dunia bimbingan dan konseling, baik secara teoritis maupun secara praktis. Disadari pula bahwa dalam kenyataan praktek konseling menunjukkan bahwa tidak semua masalah dapat dientaskan secara baik hanya dengan satu pendekatan atau teori saja.
Ada masalah yang lebih cocok diatasi dengan pendekatan direktif ,dan ada pula yang lebih cocok dengan pendekatan non-direktif atau dengan teori khusus tertentu. Dengan pendekatan lain, tidaklah dapat ditetapkan bahwa setiap masalah harus diatasi dengan salah satu pendekatan atau teori saja. Pendekatan atau teori mana yang cocok digunakan sangat ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:
1)      Sifat masalah yang dihadapi (misalnya tingkat kesulitan dan kekompleksannya).
2)      Kemampuan klien dalam memainkan peranan dalam proses konseling.
3)      Kemampuan konselor sendiri, baik pengetahuan maupun keterampilan dalam menggunakan masing-masing pendekatan atau teori konseling.
Mereka yang mempelajari pendekatan dan teori-teori itu mungkin ada yang tertarik dan merasa dirinya lebih cocok untuk mendalami danmempraktekkan satu pendekatan atau teori konseling tertentu saja, dan mungkin ada pula yang berusaha “menggabungkan” dan tiga teori yang berdekatan dalam wilayah garis kontinum yang dimaksudkan di atas. Kebanyakan di antara mereka bersikap elektrik yang mengambil berbagai kebaikan dari kedua pendekatan ataupun dari berbagai teori konseling yang ada itu, mengembangkan dan menerapkannya dalam praktek sesuai dengan permasalahan klien.
Sikap elektrik ini telah ada sejak lama dan bahkan dianggap lebih tepat dan sesuai dengan filsafat atau tujuan bimbingan dan konseling daripada sikap yang hanya mengandalkan satu pendekatan atau satu-dua teori tertentu saja (Tolbert, 1959; Hansen, dkk.,1977; dan Brammer & Shostrom, 1982).


2.2.       AKIBAT JIKA CIRI-CIRI KERESMIAN ITU TIDAK DIWUJUDKAN OLEH KONSELOR DALAM PELAKSANAAN LAYANAN PERORANGAN
Sebagaimana telah dikemukakan di depan, tujuan konseling dalam bimbingan dan konseling adalah pemeliharaan dan pengembangan diri klien seutuhnya. Kepentingan dan kebahagiaan klien yang menjadi arah layanan konseling secara langsung mengacu kepada pemeliharaan dan pengembangan klien itu. Apabila keresmian tidak diwujudkan maka konseling tidak dapat dilaksanakan secara teratur, dikarenakan dalam kegiatan konseling memerlukan proses. Tujuan yang ingin dicapai di atas sulit untuk diwujudkan, selama pelaksanaan tidak terkontrol dan diabaikan seadanya.
Konselor tidak sepenuhnya menghadapi dan mencurahkan perhatian kepada klien; dan sebaliknya klien tidak dapat sepenuhnya memperhatikan konselor. Dalam hal ini baik klien maupun konselor menyediakan diri tidak dalam kondisi transparan (ada yang ditutup-tutupi). Klien dan konselor kurang merasa dekat satu sama lain, serta azas keterbukaan tidak akan didapatkan. Hubungan konseling adalah hubungan pribadi yang tidak  terbuka dan tidak dinamis antara klien dan konselor akan menciptakan kerenggangan hubungan.
Wawancara konseling hanyalah pembicaraan biasa, bukan dialog terapiutik untuk membantu klien. Sulit terpahaminya masalah klien dengan baik serta tergugahnya hati dan pikiran klien belum tentu serta merta membuahkan hasil terpecahkannya masalah. Untuk itu proses konseling masih perlu dilanjutkan dengan penerapan metode khusus sesuai dengan rincian masalah dan sumber-sumber  penyebabnya agar layanan konseling dapat dikatakan keresmiaannya.
Evaluasi pasca proses konseling biasanya lebih sukar dilakukan, lebih-lebih dengan klien-klien yang berada di luar lembaga tempat konselor bekerja. Konselor sukar menjangkau mereka sehingga evaluasi sistematik sukar dilakukan. Evaluasi insidentil dapat berlangsung apabila konselor bertemu mereka dan menanyakan dampak konseling yang pernah terlaksana, atau melalui pihak ketiga yang mengenal klien. Evaluasi seperti ini derajat kesahihan dan keterandalannya tidak cukup tinggi atau bahkan diragukan.
Untuk klien-klien yang berada dalam lembaga tempat konselor bekerja evaluasi pasca proses lebih mungkin dilaksanakan; apalagi kalau untuk mereka disediakan program pelayanan yang terjadwal sehingga antara klien dan konselor dapat diatur  pertemuan berkala. Evaluasi melalui instrumen tertulis (misalnya angket) juga dapat dilakukan. Hasil evaluasi itu dipakai sebagai masukan dan bahan pertimbangan baik bagi rencana tindak lanjut yang akan dilaksanakan dalam pertemuan terjadwal dengan masing-masing klien, maupun bagi penyusutan program-program pelayanan periode-periode berikutnya. Baru dengan langkah-langkah di atas layanan konseling dapat dinyatakan keresmiannya.




BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP


3.1.       KESIMPULAN
Layanan konseling perorangan adalah layanan bimbingan dan konseling yang merupakan individu memperoleh layanan secara langsung dengan cara tatap muka antara konselor dan individu dalam rangka memmberikan bantuan atas permasalahan yang dihadapi individu. Layanan konseling bersifat ‘resmi” karena layanan itu merupakan suatu kegiatan yang disengaja, mempunyai tujuan untuk kepentingan dan kebahagiaan individu. Kegiatan konseling dilakukan atas format yang sudah disepakati, menggunakan metode dan teknologi yang telah teruji dan hasil pelayanan dinilai dan diberi tindak lanjut.
Konseling merupakan layanan yang teratur, terarah, dan terkontrol, serta tidak diselenggarakan secara acak ataupun seadanya. Sebagai rambu-rambu pokok dalam pelaksanaan layanan konseling, Munro dkk. (1979) mengemukakan tiga dasar etika konseling, yaitu:
(a) kerahasiaan,
(b) keterbukaan, dan
(c) tanggung jawab pribadi klien.
Di atas landasan sebagaimana telah diutarakan itu, sifat “resmi” layanan konseling ditandai dengan adanya ciri-ciri yang melekat pada pelaksanaan layanan itu, yaitu bahwa :
a.    Layanan itu merupakan usaha yang disengaja.
b.    Tujuan layanan tidak boleh lain dari pada untuk kepentingan dan kebahagiaan klien.
c.    Kegiatan layanan diselenggarakan dalam format yangtelah ditetapkan.
d.   Metode dan teknologi dalam layanan berdasar teori yangtelah teruji.
e.    Hasil layanan dinilai dan diberi tindak lanjut.
Jika ciri-ciri keresmian itu tidak diwujudkan oleh konselor dalam pelaksanaan layanan perorangan maka kepentingan dan kebahagiaan klien yang menjadi arah layanan konseling secara langsung mengacu kepada pemeliharaan dan pengembangan klien itu sulit untuk dicapai. Konselingpun tidak dapat dilaksanakan secara teratur, dikarenakan dalam kegiatan konseling memerlukan proses. Selama pelaksanaan tidak terkontrol dan diabaikan seadanya. Konselor tidak sepenuhnya menghadapi dan mencurahkan perhatian kepada klien; dan sebaliknya klien tidak dapat sepenuhnya memperhatikan konselor. Dalam hal ini baik klien maupun konselor menyediakan diri tidak dalam kondisi transparan (ada yang ditutup-tutupi).


3.2.       PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami susun, semoga dapat dijadikan bahan untuk mahasiswa agar memiliki gambaran dan pemahaman mengenai proses dunia bimbingan dan konseling yang berlangsung di sekolah, khususnya dalam layanan konseling perorangan yang harus dilakukan secara resmi.
Jika di dalam makalah ini terdapat kata atau kalimat yang kurang berkenan, kami mohon maaf. Dan tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang mendukung dan mendorong terselesaikannya makalah ini.





DAFTAR PUSTAKA


Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Konseling. Cetakan ke dua. Jakarta: RINEKA CIPTA.
Lesmana, J.M. 2005. Dasar-dasar Konseling. Jakarta : UI-PRESS
Prayitno. 2005. Layanan Konseling Perorangan. Padang : FIP UNIVERSITAS NEGERI PADANG.
Prayitno, 1995. Layanan Bimbingan & Konseling Kelompok :Dasar & Profil. Cetakan Pertama. Jakarta : GHALIA INDONESIA.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Trenggalek konseling - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger